Tuesday, 18 November 2008

The Sunrise


Saat "kasih" ku menjenguk tulisan terakhir yang ku buat (Feeling so blue), ia membalas dengan memberikan sesuatu untuk ku renungkan. 


Telaga hati

Suatu ketika, hiduplah seorang tua yang bijak. Pada suatu pagi, datanglah seorang anak muda yang sedang dirundung banyak masalah. Langkahnya gontai dan air muka yang ruwet. Pemuda itu, memang tampak seperti orang yang tak bahagia. Pemuda itu menceritakan semua masalahnya. Pak Tua yang bijak mendengarkan dengan seksama. Beliau lalu mengambil segenggam garam dan segelas air. Dimasukkannya garam itu ke dalam gelas, lalu diaduk perlahan.

"Coba, minum ini, dan katakan bagaimana rasanya," ujar Pak tua itu.

"Asin. Asin sekali," jawab sang tamu, sambil meludah kesamping.

Pak Tua tersenyum kecil mendengar jawaban itu. Beliau lalu mengajak sang pemuda ke tepi telaga di dekat tempat tinggal Beliau. Sesampai di tepi telaga, Pak Tua menaburkan segenggam garam ke dalam telaga itu. Dengan sepotong kayu, diaduknya air telaga itu.

 "Coba, ambil air dari telaga ini dan minumlah."

Saat pemuda itu selesai mereguk air itu, Beliau bertanya, "Bagaimana rasanya?"

"Segar," sahut sang pemuda.

"Apakah kamu merasakan garam di dalam air itu?" tanya Beliau lagi.

"Tidak," jawab si anak muda.


Dengan lembut Pak Tua menepuk-nepuk punggung si anak muda. "Anak muda, dengarlah. Pahitnya kehidupan, adalah layaknya segenggam garam tadi, tak lebih dan tak kurang. Jumlah garam yang kutaburkan sama, tetapi rasa air yang kau rasakan berbeda. Demikian pula kepahitan akan kegagalan yang kita rasakan dalam hidup ini, akan sangat tergantung dari wadah yang kita miliki.

Kepahitan itu, akan didasarkan dari perasaan tempat kita meletakkan segalanya. Itu semua akan tergantung pada hati kita. Jadi, saat kamumerasakan kepahitan dan kegagalan dalam hidup, hanya ada satu hal yang bisa kamu lakukan. Lapangkanlah dadamu menerima semuanya. Luaskanlah hatimu untuk menampung setiap kepahitan itu."

 Beliau melanjutkan nasehatnya.

"Hatimu adalah wadah itu.Perasaanmu adalah tempat itu.

Kalbumu adalah tempat kamu menampung segalanya.

Jadi, jangan jadikan hatimu itu seperti gelas, buatlah

laksana telaga yang mampu meredam setiap kepahitan itu 

dan merubahnya menjadi kesegaran dan kebahagiaan."

(Dari sebuah sumber)


Terima kasih "sayang".....
Engkau selalu ada untuk menopangku.
Saat aku merasa "lelah" dan "lemah" kau selalu memberi kekuatan baru untukku.
Thanks for the support. Love u...

Saturday, 15 November 2008

Feeling So Blue


Kadang, walau sudah mengelak tapi "ia" punya cara untuk tetap datang kehadapan kita. Bagaimanapun caranya untuk menutupi tapi "ia" pun terungkapkan jua.
Menderap bagai suara langkah seribu kuda. Menderu bagai angin yang meronta. Menggelegak bagai magma yang tersimpan diperut bumi sekian lama dan ingin dimuntahkan...

Bunda jahat...
Kata-kata itu begitu saja meluncur dan menghempas benteng kerinduan dan rasa bersalah yang kupurukkan dalam-dalam ke lubuk hati.

Tak ada kata yang bisa di ucap...
Pahit... dan dalam...
"Ia" adalah rasa...

Wednesday, 5 November 2008

Pusing...!
Tugas ama peer datang bertubi-tubi dan harus siap dalam waktu yang hampir bersamaan.
Tolongin do'a dooong...